Live Report Rektor UM Tangerang dengan TVRI melalui daring dengan tema “Spirit Literasi Dalam Peristiwa Nuzulul Qur’an”

Tangerang, UMT – Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang Ahmad Amarullah berkesempatan memamparkan materi tentang “Spirit Literasi Dalam Peristiwa Nuzulul Qur’an”, yang dilakukan melalui media daring dengan TVRI saat live report, minggu (16/04/2023).

Dalam pemaparan materi tersebut Ahmad Amarullah mendapatkan waktu 10 menit live report tersebut tentang Nuzulul Qur’an.

Melalui materi nya Ahmad Amarullah memaparkan bahwa Nuzulul Qur’an adalah waktu ketika Al-Qur’an diturunkan ke bumi pada saat bulan suci Ramadhan.

Saat memaparkan reporter yang bertugas menanyakan bagaimana memahaminya turunan perayat atau sekaligus.

Ahmad Amarullah langsung menjawab yaitu “Proses turunnya Al-Qur’an dilakukan secara bertahap, bukan perayat dan bukan sekaligus. Tapi sesuai konteks dan kebutuhan kehidupan manusia dan umat islam. Maka proses turunnya sangat lama dengan kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari,” ujar Amarullah.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang dikutuo As Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an : Tahap Pertama, diturunkan sekaligus dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia sebagaimana susunan yang telah ditetapkan oleh Allah. Tahap kedua diturunkan dari langit dunia kepada Rasulullah secara gradual, bertahap sesuai konteks permasalahan.

Menurut kitab At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur’an karya An-Nawawi menjelaskan hikmah-hikmah diturunkanNya Al-Qur’an secara bertahap.

  1. Menguatkan Hati Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan Dakwah.
  2. Memberikan bukti falam membantah orang-orang kafir yang mendustakan Al-Qur’an.
  3. Menyesuaikan dengan peristiwa, atau konteks persoalan dalam Penetapan Hukum.
  4. Memperkuat Bukti dan Keyakinan Bahwa Al-Qur’an adalah benar dari Allah.
  5. Mempermudah dalam menghafal serta memahami Al-Qur’an.

Kemudian dilontarkan kembali pertanyaan oleh Reporter TVRI kepada Narasumber Ahmad Amarullah yaitu : Ayat yang pertama turun adalah iqra yang artinya perintah membaca kepada nabi muhammad, bagaimana selama ini umat memahami pesan ini ?

Ahmad Amarullah selaku narasumber langsung menjawab pertanyaan tersebut yaitu “Perintah pertama yg diturunkan Allah ke bumi adalah “Iqra'” yg berarti, “bacalah”. Allah menyebutkan kata Iqra’ secara berulang kali dalam Surah Al-Alaq, Wahyu pertama yg diterima oleh Nabi Muhammad merupakan perintah yg tak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad selaku penerima perintah akan tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan. Karena realitas dari perintah “membaca” tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi,” ujar yang akrab disapa Bang Uwoh.

Pakar tafsir Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan bahwa perintah membaca jika dikaitkan dengan “Bismi Rabbika (dengan nama Tuhanmu)” merupakan sebuah syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas

Tetapi juga memilih bahan² bacaan yg tidak mengantarnya kepada hal² yg bertentangan dg “nama Allah”. Sebagaimana juga dikatakan oleh Prof. Dr. Buya Hamka “Membaca buku² yg baik berarti memberi makanan rohani yg baik dan jadi kunci kebahagiaan hidup

Selain itu, yg menarik, adalah urutan turunnya ayat Al-Qur’an. Imam Al-Khazin di dalam Tafsir Al-Khazin Al-Musamma Libabi Al-Ta’wil fi Ma’ani Al-Tanzil menjelaskan, dua surat atau ayat yang pertama kali diturunkan adalah Al-‘Alaq (QS. 96) dan Al-Qalam (QS. 68).

Di dalam kedua surat tersebut, kata “qaraa” dan “qalam” yang berarti kegiatan membaca dan menulis disebutkan di awal surat. Hal ini mengandung pesan, bahwa aktivitas membaca dan menulis memang berangkai atau tidak dapat dipisahkan.

Dari sana amat jelas pesan agar umat manusia memulai utk membangun peradaban dg budaya literasi sbg kunci terwujudnya masyarajat yg berpengetahuan. Sayangnya orientasi dan budaya membaca dan menulis sudah semakin ditinggalkan. Umat manusia mengedepankan budaya hedonisme dan permisif, memuja kesenangan fisik belaka.

Selanjutnya dilontarkan kembali oleh Reporter TVRI yaitu Pesan literasi, di ayat quran yang pertama turun telah membawa kemajuan pesat jazirah arab kala itu hingga menjadi peradaban islam yang kuat dan maju, apa semangat literasi itu telah terkikis di zaman sekarang pak ?

Rektor pun dengan sigap pertanyaan reporter tersebut “Para ahli sejak dahulu meyakini, bahwa budaya Literasi menjadi gerbang peningkatan kualitas diri dan menjadi elan vital peradaban sebuah bangsa. Melalui literasi, sebuah bangsa menjadi maju dan berbudaya. Budaya literasi yg terang benderang tertulis pada  Q.S al-‘Alaq ayat 1-5,  dimana manusia diperintahkan serta mempunyai kewajiban untuk belajar dan mengajarkannya. Budaya Literasi tersebut secara terminologis diwakili oleh tiga istilah yakni iqra’, qalam, serta ‘allama yg menunjukkan makna membaca dan menulis dalam arti seluas²nya, serta bentuk dari pengajaran,” tuturnya.

Ketiga hal tersebut merupakan titik tolak dari pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan baik ilmu pengetahuan, kebudayaan maupun peradaban umat Islam.

Perintah membaca terdapat pada ayat pertama dan ketiga tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa objek dari perintah iqra’ bersifat global, mencakup penelaahan terhadap alam  raya, masyarakat, diri sendiri, serta semua bacaan yang tertulis dengan satu syarat bahwa semua itu harus dilakukan dengan atau demi nama Tuhan.

Apabila istilah iqra’ dimaknai sebatas membaca teks tertulis maka hal itu kontradiktif dengan kenyataan bahwa Nabi merupakan seorang yg ummi (tidak pandai membaca dan menulis),  juga malaikat Jibril pun pada saat itu tidak membaca teks tertulis.

Dalam Surah Al-‘Alaq, kalimat iqra’ bismi Rabbik, tak sekadar memerintahkan utk membaca, akan tetapi “membaca” adalah lambang dari segala apa yg dilakukan oleh manusia, baik yg sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan “bacalah” demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, dan bekerjalah demi Tuhanmu

Pertanyaan selanjutnya yang keempat dilontarkan kembali yaitu : Selain nuzulul quran, di sepuluh malam terakhir khususnya malam malam ganjil umat islam juga berharap mendapat malam lailatul qadr, apakah ini berkaitan dengan nuzulul quran?

Menjawab dengan santai Ahmad Amarullah pun langsung menjawab pertanyaan keempat yaitu “Peristiwa Lailatul Qadr disebut dg amat jelas dalam Surat Al Qadr yg merupakan surat ke-97 dalam Al Quran. Surat ini menerangkan tentang malam kemuliaan atau Lailatul Qadar. Surat ini terdiri dari 5 ayat dan tergolong surat Makkiyah. Berikut bacaannya: Beberapa ulama tafsir mengatakan surat Al Qadr menerangkan tentang peristiwa pada malam kemuliaan. Ibnu Katsir misalnya menerangkan, dalam surat ini Allah menceritakan bahwa Dia menurunkan Al Quran di malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh dengan keberkahan. Dalam ayat 3, Allah SWT menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang memancarkan cahaya hidayah yang diturunkan untuk kebahagiaan manusia. Malam ini lebih utama dari seribu bulan. Menjalankan ibadah pada malam ini memiliki keutamaan diantaranya mendapatkan kemuliaan dan ganjaran yang lebih baik. Ayat selanjutnya Allah menjelaskan keistimewaan yg terdapat dalam malam ini. Di mana para malaikat bersama Jibril akan turun dari alam malaikat untuk menyampaikan wahyu dari Allah. Turunnya malaikat ke bumi atas izin Allah dan sudah menjadi rahasia-Nya,” jawabNya.

Pada intinya malam itu merupakan malam agung yang dirahasiakan Allah. Sebuah malam yg mengandung hikmah ilahiyah, malaikat turun ke bumi dan mendoakan kesejahteraan sampai  terbitnya fajar. Tentu dalam rangka menyambut malam yg lebih baik dari seribu bulan, umat Islam harus mempersiapkannya dengan niat yg baik, memperbanyak amal terutama memperbanyak membaca al Quran, mentadabburinya sebanyak²nya, taqarrub kepada Allah pada tiap² malam Ramadhan.

Mengingat Al-Quran adalah kitab suci yg agung, umat Islam sebaiknya pada malam ganjil memperbanyak tadarus, membaca, mempelajari, dan isi kandungannya serta berpegang teguh pada Al-Quran agar selamat di dunia dan akhirat. Karena Al-Quran adalah hidayah bagi manusia.

Terakhir terakhir yang ditanyakan oleh Reporter TVRI yaitu : Bagaimana memaknai nuzulul quran yang diperingati setiap malam ke 17 bulan suci ramadhan agar dapat memberikan kesalehan dan kemajuan dalam kehidupan ?

Dengan pertanyaan terakhir yang dilontarkan reporter tersebut Ahmad Amarullah dengan sigap menjawab “Membahas lailatul qadar tentu tidak hanya mengulas tentang kuantitas pahala. Kiranya juga perlu dikaji pada sisi kualifikasi perilaku pelaksanaan puasa selama satu bulan penuh. Dan tidak berlebihan jika dikatakan ada korelasi dan relevansi lailatul qadar dg kasalehan personal bagi orang yang menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Kesalehan personal yg dimaksud adalah suatu kualitas hubungan dg Allah secara individu melalui aktivitas ibadah secara ritual. Pelaksanaan ibadah yg bersifat ritual tersebut dapat mendorong seseorang memancarkan kebaikan demi kebaikan dalam kehidupan sesama.”tutup Amarullah.

Perintah puasa ditujukan agar menjadi orang bertakwa. Sedangkan lailatul qadar merupakan puncak peroleh perjuangan seseorang yg yang diberikan oleh Allah bagi orang yang menjalankan puasa atas dasar iman di sepuluh hari terakhir

Sehingga bisa dikatakan bahwa lailatul qadar merupakan “iming-iming”, motivasi spiritual yang disampaikan oleh Allah tentang malam 1000 kemuliaan kepada orang yang berpuasa.

Iming2 tersebut tentu bukan untuk orang yang hanya berhasil menahan lapar dan dahaga, namun orang yg juga berhasil “memuasakan” lisan, perilaku dan tindakan yg bertentangan dengan ketentuan Allah

Orang yg berpuasa hanya bisa menahan lapar dan dahaga akan mendapatkan hikmah pada jasadnya (fisiknya) yang lebih sehat, sedang orang yang berhasil menahan lapar dan dahaga sebagai sarana “memuasakan” lisannya, perilakunya selama berpuasa akan memperoleh kesehatan fisik dan jiwanya.

Maka ribuan hikmah malam lailatul qadar akan masuk pada jiwa seseorang yang berhasil membersihkan jiwanya selama berpuasa. Sehingga orang tersebut adalah orang yg berhasil menjadikan lapar dan dahaga selama berpuasa untuk mengasah jiwanya

Keberhasilan dalam mengasah jiwanya, selanjutnya, diterapkan dalam kehidupan setelah Ramadhan dan akan diasah ulang menunju Ramadhan 11 bulan berikutnya sampai akhir hayatnya

Pasca pelaksanaan puasa, orang tersebut terdapat banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Kualitas hubungan vertikalnya meningkat. Hal ini ditandai dg intensitas dan jenis varian ibadah ritualnya

Kualitas tersebut juga diimbangi dg peningkatan kualitas hubungannya sesama manusia. Sehingga orang tersebut setelah puasa mempunyai perubahan perilaku yg lebih berkualitas baik secara vertikal maupun horizontal, baik secara personal maupun sosial. Dengan kata lain orang tersebut dapat merubah dirinya menjadi pribadi yang shaleh (baik personal maupun sosial).

Leave a Comment

Your email address will not be published.

*
*

 WhatsApp
x
PMB
Agen Pelayanan
Send
 
x
 
x
 
x
 
x
 
x
 
x
 
x
 
x
 Contact us
x
Customer Service
Pusat Informasi
Kirim
Email is incorrect
Terima kasih sudah berpesan!